Pengertian Supervisi
Sebagai
salah satu dari fungsi manajemen, pengertian supervisi telah berkembang secara
khusus. Secara umum yang dimaksud dengan supervisi adalah melakukan pengamatan
secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan
oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan
petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Azwar, 1996).
Muninjaya
(1999) menyatakan bahwa supervisi adalah salah satu bagian proses atau kegiatan
dari fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling). Swanburg (1990)
melihat dimensi supervisi sebagai suatu proses kemudahan sumber-sumber yang
diperlukan untuk penyelesaian suatu tugas ataupun sekumpulan kegiatan
pengambilan keputusan yang berkaitan erat dengan perencanaan dan pengorganisasian
kegiatan dan informasi dari kepemimpinan dan pengevaluasian setiap kinerja
karyawan. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan
supervisi adalah kegiatan-kegiatan yang terencana seorang manajer melalui
aktifitas bimbingan, pengarahan, observasi, motivasi dan evaluasi pada stafnya
dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehari-hari (Arwani, 2006).
Manfaat dan Tujuan Supervisi
Apabila
supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut (Suarli & Bachtiar, 2009) :
1)
Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja
ini erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan,
serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara
atasan dan bawahan.
2)
Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja. Peningkatan efesiensi kerja
ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan,
sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia akan
dapat dicegah.
Apabila kedua
peningkatan ini dapat diwujudkan, sama artinya dengan telah tercapainya tujuan
suatu organisasi. Tujuan pokok dari supervisi ialah menjamin pelaksanaan
berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara benar dan tepat, dalam arti
lebih efektif dan efesien, sehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi
dapat dicapai dengan memuaskan (Suarli & Bachtiar, 2008).
Frekuensi Pelaksanaan Supervisi
Supervisi harus
dilakukan dengan frekuensi yang berkala. Supervisi yang dilakukan hanya sekali
bisa dikatakan bukan supervisi yang baik, karena organisasi/lingkungan selalu
berkembang. Oleh sebab itu agar organisasi selalu dapat
mengikuti berbagai perkembangan dan perubahan, perlu dilakukan berbagai
penyesuaian. Supervisi dapat membantu penyesuaian tersebut yaitu melalui
peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan.
Tidak ada
pedoman yang pasti mengenai berapa kali supervisi harus dilakukan. Yang
digunakan sebagai pegangan umum, supervisi biasanya bergantung dari derajat
kesulitan pekerjaan yang dilakukan, serta sifat penyesuaian yang akan
dilakukan. Jika derajat kesulitannya tinggi serta sifat penyesuaiannya
mendasar, maka supervisi harus lebih sering dilakukan.
Prinsip-prinsip Pokok dalam Supervisi
Kegiatan
supervisi mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang kondusif dan nyaman
yang mencakup lingkungan fisik, atmosfer kerja, dan jumlah sumber sumber yang
dibutuhkan untuk memudahkan pelaksanaan tugas. Untuk itu diperlukan beberapa
prinsip pokok pelaksanaan supervisi. Prinsip pokok supervisi secara sederhana
dapat diuraikan sebagai berikut (Suarli dan Bahtiar, 2009):
1)
Tujuan utama supervisi ialah untuk lebih meningkatakan kinerja bawahan, bukan
untuk mencari kesalahan. Peningkatan kinerja ini dilakukan dengan melakukan
pengamatan langsung terhadap pekerjaan bawahan, untuk kemudian apabila
ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan untuk mengatasinya.
2)
Sejalan dengan tujuan utama yang ingin dicapai, sifat supervisi harus edukatif
dan suportif, bukan otoriter.
3)
Supervisi harus dilakukan secara teratur atau berkala. Supervisi yang hanya
dilakukan sekali bukan supervisi yang baik.
4)
Supervisi harus dapat dilaksanakan sedemikan rupa sehingga terjalin kerja sama
yang baik antara atasan dan bawahan, terutama pada saat proses penyelesaian
masalah, dan untuk lebih mengutamakan kepentingan bawahan.
5)
Strategi dan tata cara supervisi yang akan dilakukan harus sesuai dengan
kebutuhan masing-masing bawahan secara individu. Penerapan strategi dan tata
cara yang sama untuk semua kategori bawahan, bukan merupakan supervisi yang
baik.
6)
Supervisi harus dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan dengan perkembangan.
Pelaksana Supervisi
Menurut Bactiar
dan Suarly, (2009) yang bertanggung jawab dalam melaksanakan supervisi adalah
atasan yang memiliki kelebihan dalam organisasi. Idealnya kelebihan tersebut
tidak hanya aspek status dan kedudukan, tetapi juga pengetahuan dan
keterampilan. Berdasarkan hal tersebut serta prinsip-prinsip pokok supervisi
maka untuk dapat melaksanakan supervisi dengan baik ada beberapa syarat atau
karasteristik yang harus dimilki oleh pelaksana supervisi (supervisor). Karasteristik
yang dimaksud adalah:
1)
Sebaiknya pelaksana supervisi adalah atasan langsung dari yang disupervisi.
Atau apabila hal ini tidak mungkin, dapat ditunjuk staf khusus dengan
batas-batas wewenang dan tanggung jawab yang jelas.
2)
Pelaksana supervisi harus memilki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk
jenis pekerjaan yang akan disupervisi.
3)
Pelaksana supervisi harus memiliki keterampilam melakukan supervisi artinya
memahami prinsip-prinsip pokok serta tehnik supervisi.
4)
Pelaksana supervisi harus memilki sifat edukatif dan suportif, bukan otoriter.
5)
Pelaksana supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar dan selalu berupaya
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku bawahan yang disupervisi.
Teknik Supervisi
Tehnik pokok
supervisi pada dasarnya identik dengan tehnik penyelesaian masalah. Bedanya
pada supervisi tehnik pengumpulan data untuk menyelesaikan masalah dan penyebab
masalah menggunakan tehnik pengamatan langsung oleh pelaksana supervisi
terhadap sasaran supervisi, serta pelaksanaan jalan keluar. Dalam mengatasi
masalah tindakan dapat dilakukan oleh pelaksana supervisi, bersama-sama dengan
sasaran supervisi secara langsung di tempat . Dengan perbedaan seperti ini,
jelaslah bahwa untuk dapat melaksanakan supervisi yang baik ada dua hal yang
perlu diperhatikan (Bachtiar dan Suarli, 2009):
1.
Pengamatan langsung
Pengamatan
langsung harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu ada beberapa hal
lain yang harus diperhatikan.
a.
Sasaran pengamatan. Pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya dapat
menimbulkan kebingungan, karena pelaksana supervisi dapat terperangkap pada
sesuatu yang bersifat detail. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, maka
pada pengamatan langsung perlu ditetapkan sasaran pengamatan, yakni hanya
ditujukan pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis saja (selective
supervision).
b.
Objektivitas pengamatan. Pengamatan langsung yang tidak terstandardisasi dapat
menggangu objektivitas. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, maka pengamatan
langsung perlu dibantu dengan dengan suatu daftar isi yang telah dipersiapkan.
Daftar tersebut dipersiapkan untuk setiap pengamatan secara lengkap dan apa
adanya.
c.
Pendekatan pengamatan. Pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai dampak
dan kesan negatif, misalnya rasa takut dan tidak senang, atau kesan menggangagu
kelancaran pekerjaan. Untuk mengecek keadaan ini pengamatan langsung harus
dilakukan sedemikian rupa sehingga berbagai dampak atau kesan negatif tersebut
tidak sampai muncul. Sangat dianjurkan pengamatan tersebut dapat dilakukan
secara edukatif dan suportif, bukan menunjukkan kekuasaan atau otoritas.
2. Kerja
sama
Agar komunonikasi yang baik dan rasa memiliki ini dapat muncul,
pelaksana supervisi dan yang disupervisi perlu bekerja sama dalam penyelesaian
masalah, sehingga prinsip-prinsip kerja sama kelompok dapat diterapkan.
Masalah, penyebab masalah serta upaya alternatif penyelesaian masalah harus
dibahas secara bersama-sama. Kemudian upaya penyelesaian masalah tersebut dilaksanakan
secara bersama-sama pula.